Your Adsense Link 728 X 15

adfly

Menguap Bisa Membatalkan Shalat?

Posted by Unknown Thursday, March 14, 2013 0 comments

Seorang yang menguap (jawa: angop) -terkhusus ketika shalat- diperintahkan untuk menahannya semampu dia. Termasuk pula yang diperintahkan kepada seorang yang menguap adalah menghentikan bacaan shalatnya agar tidak hilang (terlewatkan) sebagian huruf atau kata/kalimat dari bacaannya tersebut. Sudah pasti diketahui bahwa membaca Al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat, wajib bagi orang yang shalat untuk membacanya dengan memperhatikan huruf-huruf dan kata-perkatanya.
Kalau dia sampai tidak membaca (walaupun) satu huruf saja, atau membaca huruf yang seharusnya ditasydid namun tidak mentasydidnya, atau bahkan salah dalam membacanya sehingga mengubah maknanya, -padahal lisannya normal dan seharusnya bisa untuk tidak terjatuh pada kesalahan tersebut- maka shalatnya batal.
Seorang yang menguap ketika sedang membaca bacaan shalat, seringnya dia tidak membaca beberapa huruf atau bahkan beberapa kata/kalimat. Jika huruf atau kata/kalimat yang tidak terbaca tersebut pada surat Al-Fatihah, maka shalatnya tidak sah. Sehingga masalah seperti ini hendaknya benar-benar diperhatikan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
التَّثَاؤُبُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ الشَّيْطَانُ
“Menguap adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka hendaknya ditahan semampu dia, sesungguhnya jika salah seorang dari kalian (ketika menguap) mengatakan (keluar bunyi): ‘hah’, maka setan tertawa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan ini lafazh riwayat Al-Bukhari)
Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan lafazh:
التَّثَاؤُبُ فِي الصَّلاةِ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
“Menguap ketika shalat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah semampunya.”
Al-Imam Malik rahimahullah berkata[1]:
“Mulutnya ditutup dengan tangannya ketika shalat sampai selesai menguap. Jika menguap ketika sedang membaca bacaan shalat, kalau dia memahami apa yang dibaca, maka hukumnya makruh namun sudah mencukupi  baginya (bacaan dia). Tetapi jika tidak memahaminya, maka dia harus mengulangi bacaannya, dan jika tidak mengulanginya, -kalau bacaan tersebut adalah surat Al-Fatihah-, maka itu tidak mencukupi (tidak sah shalatnya), dan kalau selain Al-Fatihah, maka sudah mencukupinya (shalatnya sah).
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan[2]:
“Pasal tentang beberapa masalah yang langka di tengah-tengah umat namun sangat butuh untuk dijelaskan kepada mereka, adalah di antaranya:
Seorang yang menguap ketika shalat, dia harus menghentikan bacaan shalatnya sampai menguapnya selesai, kemudian melanjutkan bacaannya. Ini adalah perkataan Mujahid, dan ini ucapan yang bagus, ditunjukkan oleh riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا تثاءب أحدكم فليمسك بيده على فمه فإن الشيطان يدخل
“Jika salah seorang di antara kalian menguap, hendaknya dia tahan mulutnya dengan tangannya, karena setan berupaya untuk masuk.” (HR. Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan[3]:
“Dan di antara yang diperintahkan bagi orang yang menguap adalah: jika sedang shalat, maka dia harus menghentikan bacaannya sampai menguapnya selesai, agar bacaannya tidak berubah. Pendapat yang seperti ini disandarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Mujahid[4], ‘Ikrimah[5], dan para tabi’in.
Diterjemahkan dengan sedikit perubahan dari http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=121758
[1] Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Asy-Syaikh Khalil (II/308) cet. Dar Alimil Kutub.
[2] At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, hal. 114.
[3] Fathul Bari (X/612).
[4] Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Telah menyampaikan kepada kami  Waki’ bahwa dia berkata: Telah menyampaikan kepada kami  Sufyan, dari ‘Utsman bin Al-Aswad, dari Mujahid, dia berkata: “Jika seseorang menguap ketika shalat, maka hentikan bacaan shalat.” (Al-Mushannaf, 8007).
[5] Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Telah menyampaikan kepada kami Abu Khalid -dia bukan Al-Ahmar-, dari Jarir bin Hazim, dari Ya’la bin Hakim, dari ‘Ikrimah, dia berkata: “Jika salah seorang dari kalian menguap ketika sedang membaca bacaan shalat, maka hentikan bacaan tersebut.” (Al-Mushannaf, 8078)
http://www.assalafy.org/mahad/?p=612#more-612
soure : http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1924
************

HIKMAH DIBALIK “MENGUAP”

Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh.
Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian.
Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam !!! Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung.
Maka, apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri.

Adab Menguap Dalam Islam

Penulis: Hammam
Banyak dari kaum muslimin menyangka bahwa menguap adalah perkara yang lazim sebagaimana lazimnya seseorang merasakan kantuk, lapar, atau yang lainnya. Ternyata, ada perkara yang luput dari pengetahuan kita tentang menguap ini.
Menguap disebabkan beratnya beban diri yang akan mengakibatkan lalai, malas, serta jeleknya pemahaman seseorang. Menguap merupakan perkara yang jelek sebab menguap membawa kepada perkara yang dibenci oleh syariat berupa sikap malas, lalai, serta pemahaman yang jelek sebagaimana telah disebutkan. Lalu bagaimana pandangan syariat tatkala menguap datang menghampiri seseorang?
Menutup Mulut dengan Tangan
Karena menguap merupakan sesuatu yang dibenci syariat, syaithan pun menyukainya. Terbukanya mulut karena sesuatu yang dibenci syariat ini adalah jalan masuk yang lapang bagi syaithan untuk mengganggu manusia. Syaithan bisa masuk ke tubuh manusia melewatinya. Oleh sebab itulah syariat memerintahkan kita untuk menutup mulut tatkala menguap. Hal ini sebagaimana telah disebutkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bahwa beliau bersabda yang artinya,
“Apabila salah seorang dari kalian menguap maka hendaknya ia meletakkan tangannya di mulutnya karena syaithan akan memasukinya.” (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabul Mufrad)
Syaithan tidak hanya menunggu-nunggu kesempatan untuk masuk ke dalam tubuh manusia tatkala menguap. Bahkan, menguap itu sendiri timbul dari sebab perbuatan syaithan. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan,
“Sesungguhnya menguap dari syaithan.” (Diriwayatkan dalam Adabul Mufrad, shahih)
Menahan Diri dari Menguap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah memerintahkan kita untuk menahan diri dari menguap sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Menguap berasal dari syaithan. Apabila salah seorang dari kalian menguap, hendaknya ia melawan semampunya. Jika dia sampai berucap ‘hah’ (tatkala menguap) maka syaithan akan tertawa karenanya.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad)
Pembaca, bagaimana sekiranya seseorang menguap dan ia tidak melaksanakan apa yang diperintahkan (oleh syariat, -admin)? Tentu syaithan akan bergembira dan tertawa karenanya. Dan, bertambah lagi kesempatannya untuk mengganggu anak Adam. Lalu, apakah seorang muslim rela musuh mereka menertawainya dan bergembira karena telah berhasil memperdayainya? Bukankah seseorang akan memperlakukan musuh sebagaimana seorang musuh?
“Sesungguhnya syaithan adalah musuh bagi kalian, maka perlakukanlah ia sebagai seorang musuh.” (QS. Fathir: 6)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Syarh Shahih Al-Adab Al-Mufrad
Diambil dari: Majalah Tashfiyah edisi 03 vol. 01 1432 H – 2011 M, hal. 50-51

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts